KASUS
Seorang
akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada
2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap
setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit
macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri
Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu mengatakan setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan
para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan
publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka
dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan
data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan
publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak
masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan
kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,”
tegas Fitri.
Keterangan
dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
dalam kasus tersebut di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden
Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan
yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data
yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka
Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa
saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya. Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang
memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan
hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik tersebut.
Kasus
kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak
Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari
BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
ANALISIS :
Untuk
menjadi seorang AP yang profesional, AP
harus menerapkan aturan etika yang sesuai dengan standar Ikatan Akuntan
Indonesia dalam menjalankan tugasnya. Jika trjadi pelanggaran etika, maka AP
harus bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut. Dalam kasus ini, AP
yang dipercaya untuk mengaudit laporan keuangan PT. RPL bernama BS. BS diduga
kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha PT.
RPL. Keterlibatan itu karena BS tidak membuat empat kegiatan data laporan
keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang
diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman. Empat kegiatan data laporan
keuangan tersebut tidak disebutkan apa saja akan tetapi hal itu telah membuat
adanya kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan tersebut. Sehingga dalam hal
ini terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsi.
1. Klien
adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan
seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk
melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak
termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota. Dalam hal ini klien yang
dimaksud adalah PT.RPL. PT.RPL yang memberi perkejaan terhadap AP BS untuk
mengaudit laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL untuk dapat mencairkan
pinjaman yang diajukan kepada BBRI.
2.
Laporan
Keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang
menyertainya, bila ada yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya
ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atau
perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif
selain prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam kasus ini laporan keuangan
yang dibuat oleh AP BS tidak secara lengkap, ada sebagian laporan keuangan yang
tidak dibuat oleh AP BS yaitu AP BS tidak membuat empat data laporan keuangan
yang dimiliki PT. RPL untuk disajikan kepada BBRI agar dapat dicairkan pinjaman
kredit yang diajukan oleh PT. RPL.
3.
Akuntan
Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk
menjalankan praktik akuntan publik. Dalam kasus ini AP yang dipercaya untuk
membuat laporan keuangan pada PT. RPL adalah AP BS, AP BS memiliki tugas untuk membantu PT. RPL dalam menyajikan laporan
keuangan secara lengkap kepada BBRI sehingga BBRI dapat mencairkan pinjaman
kredit yang diajukan oleh PT. RPL.
4. Praktik
Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan
oleh anggota IAI-KAP yang dapat
berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan,
perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang
diatur dalam standar profesional akuntan publik. Dalam kasus ini PT.RPL memberi
jasa professional kepada AP BS dengan mengaudit laporan keuangan yang dimiliki
PT. RPL tetapi AP BS tidak dapat memberikan jasanya secara profesional karena
terjadi kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh AP BS dalam pembuatan
laporan keuangan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik
PT. RPL yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BBRI
sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi.
Jika
dugaan keterlibatan akuntan publik di atas benar, maka sebagai seorang akuntan
publiK, BS seharusnya menjalankan tugas dengan berdasar pada etika profesi yang
ada. Ada tiga aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Tiga aturan etika itu adalah :
1.
Independensi,
integritas dan obyektivitas
·
Independensi
Dalam menjalankan
tugasnya anggota KAP harus selalu
mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional
sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan
oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam
fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance). Dalam kasus ini Seorang
akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan PT. RPL untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BBRI Cabang Jambi pada
2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet dan melakukan kelalaian
dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan. Hal ini terbukti bahwa Ia tidak
membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya
ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BBRI sebagai pihak pemberi pinjaman.
Dalam hal ini terlihat bahwa AP BS tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai
dengan etika profesi yang ada. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor
yang diajukan ke BBRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang
diberikan tersangka ZM sebagai pimpinan PT. RPL , tidak dibuat oleh AP BS.
·
Integritas
dan Objektivitas
Dalam
menjalankan tugasnya anggota KAP
harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji
material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan
(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain. Dalam kasus ini BS tidak mengakui kecurangan
yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya
dengan para saksi. BS juga telah berkata tidak jujur dan mudah dipengaruhi oleh
pihak lain yaitu dengan membuat laporan keuangan PT. RPL yang diajukan ke BBRI
secara lengkap tetapi kenyataanya BS
tidak membuat laporan tersebut secara lengkap yaitu ada empat kegiatan laporan
keuangan yang tidak di buat. Kelalaian tersebut dibuat agar bank BBRI dapat mencairkan kredit yang
diajukan oleh PT. RPL. Dalam hal ini
terlihat BS tidak objektif dalam melaksanakan tugasnya. Dia telah bertindak
berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan dia tidak dapat
memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepentingan pihak lain.
2.
Standar
Umum dan Prinsip Akuntansi
·
Standar
Umum
v Kompetensi Profesional
Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa
profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan
kompetensi profesional. Dalam kasus ini akuntan publik diduga kuat terlibat
dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha PT. RPL. Hal
ini dapat dilihat dari keterlibatan AP BS yang di anggap lalai dalam pembuatan
laporan keuangan perusahaan yaitu ia tidak membuat empat kegiatan data laporan
keuangan milik PT. RPLyang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan
ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman. Hal ini dapat disimpulkan bahwa AP BS
tidak dapat memberikan jasanya secara layak dengan membuat kesalahan dalam
laporan keuangan PT. RPL dalam mengajukan pinjaman ke BBRI.
v Kecermatan dan
Keseksamaan Profesional.
Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional
dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. Dalam kasus ini BS melakukan
kesalahan dalam pembuatan laporan keuangan PT. RPL yaitu ia tidak membuat empat
kegiatan data laporan keuangan milik PT. RPL yang seharusnya data laporan
keuangan tersebut harus dibuat lengkap dan diajukan ke BBRI sehingga
menimbulkan dugaan korupsi. Hal ini dilakukan agar BBRI dapat mencairkan pinjaman
yang diajukan oleh PT.RPL. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa AP BS
tidak dapat memberikan jasanya secara cermat dengan melakukan kelalaian dalam
pembuatan laporan keuangan perusahaan.
v Data Relevan
yang Memadai
Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai
untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan
dengan pelaksanaan jasa profesionalnya. Dalam kasus ini data laporan keuangan
yang disajikan akuntan publik tidak relevan karena tidak disajikan secara
lengkap yaitu akuntan publik tidak membuat empat data laporan keuangan PT. RPL,
sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka ES
diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi BS sebagai akuntan publik di Kejati
Jambi. Semestinya data laporan keuangan PT. RPL yang diajukan ke BBRI saat itu
harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka ZM sebagai
pimpinan PT. RPL, tidak dibuat oleh akuntan publik. Hal ini terlihat bahwa AP BS
tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap
profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
·
Prinsip-prinsip
Akuntansi
v Prinsip ini
memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu
entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, apabila
laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan
atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan
oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam kasus ini, seorang
akuntan publik (BS) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh
KAP ( Kantor Akuntan Publik ). BS telah melanggar beberapa prinsip kode etik
diantaranya yaitu : 1) Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia
(BS) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang
akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat
ketidakpercayaan terhadap masyarakat. 2) Prinsip integritas : Awalnya dia tidak
mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi. 3) Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap
tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain. 4) Prinsip perilaku profesional
: Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah
melanggar etika profesi. 5) Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti
undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya
sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan. Hasil pemeriksaan
dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi BS terungkap ada kesalahan
dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor yaitu BS tidak membuat empat
laporan keuangan PT. RPL dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Hal ini dapat
dilihat bahwa laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai dengan prinsip
akuntansi dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan IAI.
v Tanggung Jawab
Kepada Klien
Dalam
melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Dalam kasus ini BS tidak dapat mempertimbangkan moral dan
profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai
kecurangan yaitu BS tidak membuat empat data laporan keuangan PT. RPL agar BRI
dapat mencairkan kreditnya dan membuat kepercayaan kliennya menjadi berkurang. Seharusnya
seorang akuntan harus selalu bertanggung jawab kepada kliennya dan menjaga
kerahasian dari kliennya, memelihara kepercayaan kliennya dan menjalankan
tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Hal ini jelas telah
melanggar prinsip akuntansi dan tidak sesuai dengan standar audit yang telah di
tetapkan oleh IAI.
Adapun
prinsip-prinsip GCG yang tidak sesuai dengan kasus ini :
1.
Transparasi
Transparasi
adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. Dalam kasus
ini PT. RPL ingin mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan
mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100
miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa
tahun. Tetapi PT. RPL harus mengikuti persyaratan dari BRI tersebut, salah satu
persyaratan tersebut yaitu PT. RPL harus menyajikan beberapa laporan keuangan secara
lengkap, PT. RPL menunjuk salah satu
akuntan publik yaitu AP BS untuk dibuatkan laporan keuangan yang sesuai dengan
persyaratan, tetapi disini terjadi kecurangan atau kelalaian yang dilakukan
oleh BS yaitu BS tidak membuat empat laporan keuangan agar Bank BBRI dapat
mencairkan pinjaman kredit tersebut. Guna untuk memuluskan kredit tersebut PT.RPL
memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang.
Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM dan beberapa
orang dari BBRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair
dipergunakan untuk kepentingan lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana
dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, AH, mengatakan,
pihaknya telah menaikkan status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar
di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga
ditemukan kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan
tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan
oleh penerima kredit PT. RPL, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah
terjadi konspirasi atau kerja sama antara BBRI Cabang Jambi dengan PT. RPL.
Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai
dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang
tindak pidana korupsi. Dalam hal diatas terlihat jelas bahwa tidak adanya
transparasi dari pihak akuntan publik mengenai data laporan keuangan PT. RPL
dan dari pihak bank BRI tersebut telah terjadi konspirasi atau melakukan
kerjasama dengan PT.RPL untuk dapat memuluskan kredit macet tersebut.
2. Pengungkapan
(disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun
tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional,
keuangan, dan resiko usaha perusahaan. Dalam kasus ini AP BS alangkah baiknya
memberi dan menyajikan informasi laporan keuangan secara lengkap tentang PT.
RPL agar publik atau stakeholders tahu apakah kinerja operasional PT. RPL baik
atau tidak dan mengetahui kondisi perusahaan PT.RPL tersebut yang nantinya akan
dijadikan pertimbangan bagi BBRI untuk mencairkan pinjaman kredit yang diajukan
oleh PT.RPL agar tidak terjadinya kredit macet. Tetapi AP BS menutupi dan
menyajikan informasi tentang laporan keuangan secara tidak lengkap yaitu dengan
tidak membuat empat laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL agar pinjaman kredit
dapat dicairkan. Hal itu akhirnya menimbulkan resiko bagi BBRI karena PT. RPL
tidak dapat membayar kreditnya secara baik dan menimbulkan kredit macet yang
merugikan negara sebesar Rp. 52 milyar.
3.
Pertanggungjawaban
Pertanggungjwaban
adalah kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam
kasus ini PT.RPL mengajukan permohonan pinjaman ke BBRI Jambi dengan
mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100
miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa
tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan PT.RPL tersebut ditujukan untuk
pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas
dan perbengkelan mobil atau otomotif. Namun Penggunaan kredit tersebut oleh PT
RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada
BBRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April
2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan
oleh pihak PT RPL. Berkaitan dengan hal itu, PT. RPL masih diberi jangka waktu
selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BBRI.
Tetapi tidak dilakukan oleh PT. RPL Hal ini menunjukkan bahwa PT. RPL tidak
dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dan tidak dapat memenuhi
kewajibannya untuk melunasi hutang kepada BBRI sehingga Kejaksaan sempat
mencium adanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit
itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL kepada orang lain,
sehingga agunan atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan
memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang
bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG , yaitu
kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Apabila
dikaitkan dengan kasus ini, AP BS sebaiknya bekerjasama dengan baik bersama PT. RPL dan dapat menyajikan laporan
keuangan secara jujur dan terbuka kepada pihak BBRI agar tidak terjadinya
penyimpangan yang tidak diinginkan. Penyimpangan yang terjadi dapat dikenakan
sanksi, baik sanksi social mapun sanksi hukum bagi Setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut.
v Sanksi
Setiap karyawan &
pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu
dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di
perusahaan baik sanksi sosial maupun sanksi hukum. Dalam kasus ini sanksi yang
diberikan adalah berupa sanksi hukum. Dengan membuat kesalahan dan kelalaian
dalam menjalankan tugasnya yaitu Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang
tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses
kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap
setelah tersangka EF diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi BS sebagai akuntan
publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan PT.RPL yang diajukan
ke BBRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan
tersangka ZM sebagai pimpinan PT.RPL , tidak dibuat oleh akuntan publik.
Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu
peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit PT. RPL, sehingga dalam
kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BBRI
Cabang Jambi dengan PT.RPL. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran
terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam
UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Menurut Ferdian & Na’im (2006),
kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan
berikut ini :
1.
Representasi
yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau
informasi signifikan. Dalam kasus ini AP BS tidak membuat laporan keuangan PT.
RPL secara lengkap yaitu ada empat data laporan keuangan PT. RPL yang tidak
dibuat sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya. Hal ini menunjukkan bahwa BS melakukan kesalahan dan kelalaian
dalam menjalankan tugasnya yaitu dengan menghilangkan sebagian laporan keuangan
yang seharusnya disajikkan secara lengkap kepada BBRI dan informasi penyajian
yang dibuat AP BS signifikan terhadap kredit macet dan menimbulkan kerugian Rp.
52 miliar kepada negara.
2. Salah
penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah,
klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan. Dalam kasus ini perusahaan
sebenarnya sudah mempercayakan tugas audit laporan keuangannya kepada AP BS
namun AP BS melakukan kesalahan dan kelalaian dalam penyajian laporan keuangan
yang dimiliki PT. RPL yaitu tidak membuat empat data laporan keuangan secara
lengkap. Jadi dalam kasus ini AP BS sendiri lah yang dengan sengaja tidak
mengikuti prinsip akuntansi untuk membantu perusahaan dalam menyajikan laporan
keuangan dan mengungkapkan pernyataan kesimpulan dari hasil audit tersebut.
Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor
Independen)
Beberapa
Statements on Auditing Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing
Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting adalah :
1.
SAS
No. 53 tentang “The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and
Irregularities,” yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi
dan melaporkan adanya kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities).
Tetapi dalam kasus ini PT. RPL tidak dapat mengatur tanggung jawab auditor
sehingga AP BS melakukan kesalahan dan kelalaian dalam membuat data laporan
keuangan yang dimiliki PT. RPL. kesalahan yang dilakukan oleh AP BS di laporkan
oleh EF masih menjabat sebagai pegawai BBRI waktu pemberian kredit untuk PT.
RPL. Sehingga PT. RPL tidak mengetahui apa ada kesalahan atau ketidakberesan
dalam perusahaannya sendiri.
2.
No. 61 mengatur tentang komunikasi antara
auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees).
Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit
yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang
signifikan, judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan
ketidaksepakatan manajemen dengan auditor. Disini terlihat bahwa kurangnya
komunikasi antar AP BS dengan perusahaan PT.RPL yang menyebabkan terjadinya
kasus seperti ini yang bahkan merugikan pihak perusahaan BBRI karena terjadinya
kredit macet dan merugikan negara sebesar Rp. 52 Miliar.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
a). tanggung
jawab moral
1).
Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit
kepada pihak yang berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi
terhadap tindakannya. Tetapi dalam kasus ini AP BS tidak berperilaku jujur
terhadap pihak yang berwenang yaitu BBRI dengan memberikan data laporan
keuangan PT. RPL secara tidak lengkap dan ada empat data laporan keuangan yang
tidak dibuat oleh AP BS agar BBRI dapat menvairkan pinjaman kredit yang
diajukan oleh PT. RPL.
2). Mengambil
keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional
(due professional care). Dalam kasus ini keputusan yang diambil oleh AP BS
tidak menunjukkan secara bijaksana dan obyektif dan tidak professional dalam
bekerja karena membantu mencairkan dana kredit PT. RPL tidak sesuai dengan
perundang-undangan yang telah ditetapkan yaitu tidak membuat laporan secara
lengkap, ada empat laporan yang tidak dibuat oleh AP BS dan hal ini terlihat BS
tidak objektif dalam melaksanakan tugasnya. Dia telah bertindak berat sebelah
yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan dia tidak dapat memberikan penilaian
yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.
b). Tanggung
jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik
harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang
mewadahinya (rule professional conduct). Dalam kasus ini AP BS harus
mempertanggung jawabkan profesinya sebagai akuntan publik yang professional yaitu
seharusnya AP BS membuat dan menyajikan data laporan keuangan PT. RPL secara
lengkap kepada BBRI tanpa adanya kesalahan atau kelalaian yang disengaja atau
tidak disengaja untuk kepentingan pihak lain.
Pencegahan & Pendeteksian Fraud
Fraudulent
financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh
besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam
laporan keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu
akuntan publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak
terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh
timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya
perilaku tidak etis manajemen. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku
tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
1. Mengefektifkan
pengendalian internal, termasuk penegakan hukum. Tetapi dalam kasus ini
pengendalian internal perusahaanya kurang efektiv seperti adanya kelalaian dan
kesalahan yang dibuat AP BS yaitu tidak membuat empat laporan keuangan PT. RPL
secara lengkap tetapi BBRI dengan mudah telah mencairkan pinjaman kredit yang
diajukan oleh PT. RPL, tanpa diperiksa kembali laporan keuangan tersebut sudah
lengkap atau belum dan sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan
perundang-undangan atau belum. Setelah dilakukan pemeriksaan dan konfrontir
keterangan tersangka dengan saksi BS terungkap bahwa AP BS diduga kuat terlibat
dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan PT.
RPL tetapi AP BS belum dikenakan sanksi sosial maupun sanksi hukum. Dalam hal
ini terlihat bahwa pengendalian internal dan penegakan hukum kurang efektif
sehingga harus ditingkatkan lagi pengendalian internalnya supaya tidak
merugikan banyak pihak dan harus ditegakan dengan setegas-tegasnya hukuman
untuk orang-orang yang melakukan pelanggaran kode etik.
2. Perbaikan
sistem pengawasan dan pengendalian. Tetapi dalam kasus ini pengawasan dan
pengendalianya kurang efektiv sehingga AP BS melakukan kesalahan dan kelalaian
dalam membuat data laporan keuangan PT. RPL yang akan diajukan untuk pinjaman
kredit ke BBRI. AP BS tidak mebuat empat data laporan keuangan PT. RPL agar
BBRI dapat mencairkan pinjaman kredit yang diajukan oleh PT. RPL tetapi setelah
pinjaman tersebut cair, PT. RPL tidak dapat melunasi hutangnya kepada BBRI dan
menimbulkan kerugian bagi negara sebesar Rp. 52 Miliar. Dalam hal ini terlihat
bahwa kurangnya pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh PT. RPL dan BBRI
sehingga harus ada perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian agar kesalahan
tersebut tidak terulang lagi yang dampaknya akan merugikan banyak pihak.
SUMBER :