Rabu, 03 Desember 2014

SETAN KREDIT MEWABAH DI KALANGAN PERBANKAN!

KASUS
Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu mengatakan setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.

ANALISIS :
Untuk menjadi seorang AP yang profesional,  AP harus menerapkan aturan etika yang sesuai dengan standar Ikatan Akuntan Indonesia dalam menjalankan tugasnya. Jika trjadi pelanggaran etika, maka AP harus bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut. Dalam kasus ini, AP yang dipercaya untuk mengaudit laporan keuangan PT. RPL bernama BS. BS diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha PT. RPL. Keterlibatan itu karena BS tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman. Empat kegiatan data laporan keuangan tersebut tidak disebutkan apa saja akan tetapi hal itu telah membuat adanya kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan tersebut. Sehingga dalam hal ini terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsi.
1.  Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota. Dalam hal ini klien yang dimaksud adalah PT.RPL. PT.RPL yang memberi perkejaan terhadap AP BS untuk mengaudit laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL untuk dapat mencairkan pinjaman yang diajukan kepada BBRI.
2.     Laporan Keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang menyertainya, bila ada yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam kasus ini laporan keuangan yang dibuat oleh AP BS tidak secara lengkap, ada sebagian laporan keuangan yang tidak dibuat oleh AP BS yaitu AP BS tidak membuat empat data laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL untuk disajikan kepada BBRI agar dapat dicairkan pinjaman kredit yang diajukan oleh PT. RPL.
3.     Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. Dalam kasus ini AP yang dipercaya untuk membuat laporan keuangan pada PT. RPL adalah AP BS, AP BS memiliki tugas untuk  membantu PT. RPL dalam menyajikan laporan keuangan secara lengkap kepada BBRI sehingga BBRI dapat mencairkan pinjaman kredit yang diajukan oleh PT. RPL.
4.  Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam standar profesional akuntan publik. Dalam kasus ini PT.RPL memberi jasa professional kepada AP BS dengan mengaudit laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL tetapi AP BS tidak dapat memberikan jasanya secara profesional karena terjadi kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh AP BS dalam pembuatan laporan keuangan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik PT. RPL yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BBRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi.
Jika dugaan keterlibatan akuntan publik di atas benar, maka sebagai seorang akuntan publiK, BS seharusnya menjalankan tugas dengan berdasar pada etika profesi yang ada. Ada tiga aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Tiga aturan etika itu adalah :
1.     Independensi, integritas dan obyektivitas
·        Independensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance). Dalam kasus ini Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan PT. RPL untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BBRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet dan melakukan kelalaian dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan. Hal ini terbukti bahwa Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BBRI sebagai pihak pemberi pinjaman. Dalam hal ini terlihat bahwa AP BS tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan etika profesi yang ada. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BBRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka ZM sebagai pimpinan PT. RPL , tidak dibuat oleh AP BS.
·        Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.  Dalam kasus ini BS tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi. BS juga telah berkata tidak jujur dan mudah dipengaruhi oleh pihak lain yaitu dengan membuat laporan keuangan PT. RPL yang diajukan ke BBRI secara lengkap tetapi kenyataanya  BS tidak membuat laporan tersebut secara lengkap yaitu ada empat kegiatan laporan keuangan yang tidak di buat. Kelalaian tersebut dibuat agar  bank BBRI dapat mencairkan kredit yang diajukan oleh PT. RPL.  Dalam hal ini terlihat BS tidak objektif dalam melaksanakan tugasnya. Dia telah bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan dia tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.

2.     Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
·        Standar Umum
v Kompetensi Profesional
Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional. Dalam kasus ini akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha PT. RPL. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan AP BS yang di anggap lalai dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan yaitu ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik PT. RPLyang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman. Hal ini dapat disimpulkan bahwa AP BS tidak dapat memberikan jasanya secara layak dengan membuat kesalahan dalam laporan keuangan PT. RPL dalam mengajukan pinjaman ke BBRI.
v Kecermatan dan Keseksamaan Profesional.
Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. Dalam kasus ini BS melakukan kesalahan dalam pembuatan laporan keuangan PT. RPL yaitu ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik PT. RPL yang seharusnya data laporan keuangan tersebut harus dibuat lengkap dan diajukan ke BBRI sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Hal ini dilakukan agar BBRI dapat mencairkan pinjaman yang diajukan oleh PT.RPL. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa AP BS tidak dapat memberikan jasanya secara cermat dengan melakukan kelalaian dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan.
v Data Relevan yang Memadai
Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya. Dalam kasus ini data laporan keuangan yang disajikan akuntan publik tidak relevan karena tidak disajikan secara lengkap yaitu akuntan publik tidak membuat empat data laporan keuangan PT. RPL, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka ES diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi BS sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan PT. RPL yang diajukan ke BBRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka ZM sebagai pimpinan PT. RPL, tidak dibuat oleh akuntan publik. Hal ini terlihat bahwa AP BS tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.

·        Prinsip-prinsip Akuntansi
v Prinsip ini memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (BS) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). BS telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu : 1) Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (BS) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat. 2) Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi. 3) Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain. 4) Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi. 5) Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi BS terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor yaitu BS tidak membuat empat laporan keuangan PT. RPL dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Hal ini dapat dilihat bahwa laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi dan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan IAI.
v Tanggung Jawab Kepada Klien
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Dalam kasus ini BS tidak dapat mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan yaitu BS tidak membuat empat data laporan keuangan PT. RPL agar BRI dapat mencairkan kreditnya dan membuat kepercayaan kliennya menjadi berkurang. Seharusnya seorang akuntan harus selalu bertanggung jawab kepada kliennya dan menjaga kerahasian dari kliennya, memelihara kepercayaan kliennya dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Hal ini jelas telah melanggar prinsip akuntansi dan tidak sesuai dengan standar audit yang telah di tetapkan oleh IAI.

Adapun prinsip-prinsip GCG yang tidak sesuai dengan kasus ini :
1.     Transparasi
Transparasi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. Dalam kasus ini PT. RPL ingin mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Tetapi PT. RPL harus mengikuti persyaratan dari BRI tersebut, salah satu persyaratan tersebut yaitu PT. RPL harus menyajikan beberapa laporan keuangan secara lengkap,  PT. RPL menunjuk salah satu akuntan publik yaitu AP BS untuk dibuatkan laporan keuangan yang sesuai dengan persyaratan, tetapi disini terjadi kecurangan atau kelalaian yang dilakukan oleh BS yaitu BS tidak membuat empat laporan keuangan agar Bank BBRI dapat mencairkan pinjaman kredit tersebut. Guna untuk memuluskan kredit tersebut PT.RPL memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang. Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM dan beberapa orang dari BBRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, AH, mengatakan, pihaknya telah menaikkan status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan. Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit PT. RPL, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BBRI Cabang Jambi dengan PT. RPL. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Dalam hal diatas terlihat jelas bahwa tidak adanya transparasi dari pihak akuntan publik mengenai data laporan keuangan PT. RPL dan dari pihak bank BRI tersebut telah terjadi konspirasi atau melakukan kerjasama dengan PT.RPL untuk dapat memuluskan kredit macet tersebut.
2.  Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. Dalam kasus ini AP BS alangkah baiknya memberi dan menyajikan informasi laporan keuangan secara lengkap tentang PT. RPL agar publik atau stakeholders tahu apakah kinerja operasional PT. RPL baik atau tidak dan mengetahui kondisi perusahaan PT.RPL tersebut yang nantinya akan dijadikan pertimbangan bagi BBRI untuk mencairkan pinjaman kredit yang diajukan oleh PT.RPL agar tidak terjadinya kredit macet. Tetapi AP BS menutupi dan menyajikan informasi tentang laporan keuangan secara tidak lengkap yaitu dengan tidak membuat empat laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL agar pinjaman kredit dapat dicairkan. Hal itu akhirnya menimbulkan resiko bagi BBRI karena PT. RPL tidak dapat membayar kreditnya secara baik dan menimbulkan kredit macet yang merugikan negara sebesar Rp. 52 milyar.
3.     Pertanggungjawaban
Pertanggungjwaban adalah kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam kasus ini PT.RPL mengajukan permohonan pinjaman ke BBRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan PT.RPL tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif. Namun Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BBRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL. Berkaitan dengan hal itu, PT. RPL masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BBRI. Tetapi tidak dilakukan oleh PT. RPL Hal ini menunjukkan bahwa PT. RPL tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dan tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi hutang kepada BBRI sehingga Kejaksaan sempat mencium adanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.

Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Apabila dikaitkan dengan kasus ini, AP BS sebaiknya bekerjasama dengan baik  bersama PT. RPL dan dapat menyajikan laporan keuangan secara jujur dan terbuka kepada pihak BBRI agar tidak terjadinya penyimpangan yang tidak diinginkan. Penyimpangan yang terjadi dapat dikenakan sanksi, baik sanksi social mapun sanksi hukum bagi Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut.
v Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan baik sanksi sosial maupun sanksi hukum. Dalam kasus ini sanksi yang diberikan adalah berupa sanksi hukum. Dengan membuat kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugasnya yaitu Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka EF diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi BS sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan PT.RPL yang diajukan ke BBRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka ZM sebagai pimpinan PT.RPL , tidak dibuat oleh akuntan publik. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit PT. RPL, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BBRI Cabang Jambi dengan PT.RPL. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

          Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini  :
1.     Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan. Dalam kasus ini AP BS tidak membuat laporan keuangan PT. RPL secara lengkap yaitu ada empat data laporan keuangan PT. RPL yang tidak dibuat sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Hal ini menunjukkan bahwa BS melakukan kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugasnya yaitu dengan menghilangkan sebagian laporan keuangan yang seharusnya disajikkan secara lengkap kepada BBRI dan informasi penyajian yang dibuat AP BS signifikan terhadap kredit macet dan menimbulkan kerugian Rp. 52 miliar kepada negara.
2.    Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan  jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan. Dalam kasus ini perusahaan sebenarnya sudah mempercayakan tugas audit laporan keuangannya kepada AP BS namun AP BS melakukan kesalahan dan kelalaian dalam penyajian laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL yaitu tidak membuat empat data laporan keuangan secara lengkap. Jadi dalam kasus ini AP BS sendiri lah yang dengan sengaja tidak mengikuti prinsip akuntansi untuk membantu perusahaan dalam menyajikan laporan keuangan dan mengungkapkan pernyataan kesimpulan dari hasil audit tersebut.

Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor Independen) 
Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS)  yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting adalah :
1.     SAS No. 53 tentang “The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors and Irregularities,”  yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya  kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities). Tetapi dalam kasus ini PT. RPL tidak dapat mengatur tanggung jawab auditor sehingga AP BS melakukan kesalahan dan kelalaian dalam membuat data laporan keuangan yang dimiliki PT. RPL. kesalahan yang dilakukan oleh AP BS di laporkan oleh EF masih menjabat sebagai pegawai BBRI waktu pemberian kredit untuk PT. RPL. Sehingga PT. RPL tidak mengetahui apa ada kesalahan atau ketidakberesan dalam perusahaannya sendiri.
2.      No. 61 mengatur tentang komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting policy) perusahaan yang signifikan,  judgments, estimasi akuntansi (accounting estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor. Disini terlihat bahwa kurangnya komunikasi antar AP BS dengan perusahaan PT.RPL yang menyebabkan terjadinya kasus seperti ini yang bahkan merugikan pihak perusahaan BBRI karena terjadinya kredit macet dan merugikan negara sebesar Rp. 52 Miliar.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) 
a). tanggung jawab moral  
1).  Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yang berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya. Tetapi dalam kasus ini AP BS tidak berperilaku jujur terhadap pihak yang berwenang yaitu BBRI dengan memberikan data laporan keuangan PT. RPL secara tidak lengkap dan ada empat data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh AP BS agar BBRI dapat menvairkan pinjaman kredit yang diajukan oleh PT. RPL.
2). Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care). Dalam kasus ini keputusan yang diambil oleh AP BS tidak menunjukkan secara bijaksana dan obyektif dan tidak professional dalam bekerja karena membantu mencairkan dana kredit PT. RPL tidak sesuai dengan perundang-undangan yang telah ditetapkan yaitu tidak membuat laporan secara lengkap, ada empat laporan yang tidak dibuat oleh AP BS dan hal ini terlihat BS tidak objektif dalam melaksanakan tugasnya. Dia telah bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan dia tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.
b). Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional conduct). Dalam kasus ini AP BS harus mempertanggung jawabkan profesinya sebagai akuntan publik yang professional yaitu seharusnya AP BS membuat dan menyajikan data laporan keuangan PT. RPL secara lengkap kepada BBRI tanpa adanya kesalahan atau kelalaian yang disengaja atau tidak disengaja untuk kepentingan pihak lain.

Pencegahan & Pendeteksian Fraud  
Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan  (financial statement) tersebut. Oleh karena  itu akuntan publik harus bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
1.   Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum. Tetapi dalam kasus ini pengendalian internal perusahaanya kurang efektiv seperti adanya kelalaian dan kesalahan yang dibuat AP BS yaitu tidak membuat empat laporan keuangan PT. RPL secara lengkap tetapi BBRI dengan mudah telah mencairkan pinjaman kredit yang diajukan oleh PT. RPL, tanpa diperiksa kembali laporan keuangan tersebut sudah lengkap atau belum dan sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan perundang-undangan atau belum. Setelah dilakukan pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi BS terungkap bahwa AP BS diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan PT. RPL tetapi AP BS belum dikenakan sanksi sosial maupun sanksi hukum. Dalam hal ini terlihat bahwa pengendalian internal dan penegakan hukum kurang efektif sehingga harus ditingkatkan lagi pengendalian internalnya supaya tidak merugikan banyak pihak dan harus ditegakan dengan setegas-tegasnya hukuman untuk orang-orang yang melakukan pelanggaran kode etik.
2. Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian. Tetapi dalam kasus ini pengawasan dan pengendalianya kurang efektiv sehingga AP BS melakukan kesalahan dan kelalaian dalam membuat data laporan keuangan PT. RPL yang akan diajukan untuk pinjaman kredit ke BBRI. AP BS tidak mebuat empat data laporan keuangan PT. RPL agar BBRI dapat mencairkan pinjaman kredit yang diajukan oleh PT. RPL tetapi setelah pinjaman tersebut cair, PT. RPL tidak dapat melunasi hutangnya kepada BBRI dan menimbulkan kerugian bagi negara sebesar Rp. 52 Miliar. Dalam hal ini terlihat bahwa kurangnya pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh PT. RPL dan BBRI sehingga harus ada perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi yang dampaknya akan merugikan banyak pihak.

SUMBER :






















Senin, 17 November 2014

KOLUSI DIJADIKAN SOLUSI BAGI SEMBILAN KAP!

KASUS AKUNTAN PUBLIK
Jakarta, 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas  bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai  penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan  bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

ANALISIS :
Seorang akuntan yang profesional diharapkan dapat berpegang teguh pada tugas umum profesional dan berpegang teguh pada standar spesifik yang ditetapkan oleh badan profesional. Kadangkala penyimpangan dari norma yang diharapkan ini semua bisa mengakibatkan berkurangnya kredibilitas atau kepercayaan di dalam profesi tersebut secara keseluruhan. Sebagai contohnya, kasus diatas merupakan contoh penyimpangan profesi sebagai seorang akuntan.  Terdapat pelanggaran Tanggung jawab profesi terhadap kasus tersebut, sungguh sangat disayangkan suatu Kantor Akuntan Publik yang harusnya memiliki Etika Profesi Tanggung jawab yang baik malah justru menyalahi aturan, sebuah kantor akuntan publik harusnya mengetahui Etika Profesinya, bukan malah berperilaku menyalahi aturan dengan melakukan kolusi yang membuat kepercayaan publik berkurang. Tersangka dibalik penyimpangan ini adalah Sembilan dari sepuluh KAP, dan kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. Sembilan KAP ini melakukan kolusi terhadap pihak bank untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu pada tahun 1995-1997. BPKP telah memeriksa Sembilan KAP yang melakukan audit terhadap 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas  bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999.
Seorang Akuntan Publik seharusnya dapat menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, salah satunya adalah jasa assurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.  Tetapi pada kasus ini Sembilan KAP tidak dapat memberikan jasa profesionalnya kepada masyarakat dengan baik dan telah melanggar tanggung jawab profesinya sebagai seorang auditor, yaitu dengan menerbitkan laporan palsu dan adanya kolusi antara pihak KAP dengan bank yang bersangkutan, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan. Dimana seharusnya Sembilan KAP melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya dan sebagai pemberi jasa profesional yang memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga  pemegang saham.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi. Tetapi yang dilakukan oleh Sembilan KAP tidak sesuai dengan profesinya sebagai akuntan publik. Seharusnya seorang akuntan publik dapat menguntungkan masyarakat tetapi sikap yang dilakukan Sembilan KAP ini merugikan masyakarat yaitu dengan merekayasa laporan keuangan bank lalu menerbitkan laporan palsu tersebut kepada masyarakat dan melanggar standar audit yang dapat menyesatkan masyarakat. Sembilan KAP melakukan kolusi dengan bank yang bersangkutan untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu dan informasi palsu ke masyarakat tentang laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bank mengalami kebangkrutan. Hal seperti ini tentunya KAP tidak dapat bertanggung jawab sebagai akuntan publik dan telah menyalahgunakan profesinya untuk melakukan kejahatan yang dapat merugikan masyakarat.

Dibawah ini adalah Laporan audit yang dibuat Sembilan KAP terhadap pihak bank yang tidak sesuai :
1. Paragraf Pengantar
Sembilan KAP telah mengaudit laporan keuangan dari 36 bank yang bermasalah. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas  bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. BPKP mengungkapkan bahwa KAP tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Kesembilan KAP tersebut telah menyalahi etika profesi yaitu adanya kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu . Hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi  ada berbagai  penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
2. Paragraf Lingkup
Paragraf ini berisi bahwa auditor telah mengaudit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan ikatan Akuntan Indonesia. Tetapi Sembilan KAP telah melakukan pemeriksaan tidak sesuai dengan standar audit yaitu melakukan penyimpangan dengan merekayasa laporan keuangan dan memberikan laporan palsu yang dapat merugikan masyarakat. Misalnya mereka memberi laporan  bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Hal itu tidak sesuai dengan kenyataanya dan Sembilan KAP telah melanggar kode etik profesi akuntan.
3. Paragraf Pendapat
Dalam kasus ini, laporan keuangan yang telah diaudit oleh Sembilan KAP menyatakan tidak wajar. Karena hal ini dapat dilihat adanya kolusi antara Sembilan KAP tersebut dengan pihak bank untuk memoles laporanya dan memberikan laporan palsu kepada masyarakat. Bukan hanya penulisan dalam laporan keuangan yang tidak sengaja, tetapi ada penyimpangan yang ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.

Salah satu tipe auditor yang tidak sesuai dengan sikap Sembilan KAP ini adalah auditor independen. Auditor independen adalah auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Tetapi Sembilan KAP ini tidak dapat menjual jasanya secara profesional kepada masyarakat dan melanggar tanggung jawab profesinya sebagai seorang auditor, yaitu dengan melakukan kolusi kepada klienya dan menerbitkan laporan keuangan palsu serta memberikan informasi palsu kepada masyarakat tentang laporan keuangan bank tersebut yang akan menyesatkan dan merugikan masyarakat, misalnya memberikan laporan sehat kepada masyarakat mengenai bank yang sebenarnya bermasalah dan telah dibekukan usahanya oleh pemerintah.

Adapun prinsip-prinsip etika profesi sebagai akuntan publik yang dilanggar oleh Sembilan KAP :
1. Tanggung Jawab profesi
Sebagai seorang yang profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Tetapi pada kasus ini sembilan KAP telah melanggar tanggung jawab profesinya sebagai seorang auditor, yaitu dengan menerbitkan laporan keuangan bank palsu yang tidak sesuai dengan keadaan bank tersebut dan berusaha untuk menutupi kejahatan tersebut dari masyarakat dengan merekayasa akuntansi. Sembilan KAP tidak menyadari bahwa sikapnya itu akan merugikan masyarakat, oleh karena itu akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan. Seharusnya seorang akuntan harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Hal ini jelas telah melanggar prinsip akuntansi dan tidak sesuai dengan standar audit yang telah di tetapkan oleh IAI.
2. Kepentingan publik
Prinsip kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, para akuntan dianggap telah menghianati kepercayaan publik dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa.
3. Prinsip Integritas
Prinsip integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi mungkin. Dalam kasus ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
4. Prinsip Obyektifitas
Prinsip objektifitas yaitu setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam kasus ini, sembilan KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.

Minggu, 02 November 2014

BUTUH UANG, DAGING SAPI DIJADIKAN KORBAN!!

CONTOH KASUS SUAP IMPOR DAGING  


Solopos.com. JAKARTA- Ahmad Fathanah terdakwa kasus suap impor daging sapi akhirnya divonis 14 tahun penjara. Fathanah juga diwajibkan membayar denda Rp. 1 milyar. Majelis Hakim menyebutkan Fathanah tidak terbukti tindak pidana pencucian uang. Sementara untuk tindak pidana korupsi Fathanah dijatuhi hukuman 14 tahun penjara dan denda 1 milyar.

Sebagaimana diberitakan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor hari ini, Senin (4/11/2013) membacakan vonis dakwaan terhadap terdakwa kasus suap impor daging sapi di Kemeterian Pertanian, Ahmad Fathanah. Sebelumnya jaksa penuntut KPK menuntut kolega Mantan Presiden PKS itu dengan hukuman 17,5 tahun penjara karena dinilai terbukti menerima uang Rp. 1,3 milyar dari PT. Indoguna Utama untuk diberikan kepada Luthfi Hasan Ishaaq untuk mengatur kuota impor daging sapi sebanyak 8.000 ton dengan “commitment fee” sebesar Rp. 5.000 per kilogram, sehingga total komisi adalah Rp. 40 milyar.

Sedangkan dalam perkara TPPU, Fathanah dinilai terbukti telah menempatkan sejumlah uang dan membelanjakan uang tersebut sebagai upaya untuk menutupi tindak pidana korupsi. Sidang pembacaan vonis hari ini di pimpin oleh Nawawi Pomalango sebagai Ketua Majelis Hakim. Kuasa Hukum Fathanah yakni Ahmad Rozi menegaskan jika klienya siap mengahadapi persidangan hari ini. “Dia sehat dan siap,” katanya. Rozi berharap vonis yang disampaikan Majelis Hakim sesuai fakta persidangan yang selama ini sudah disampaikan kliennya.

Dalam kasus suap mimpor daging itu, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. Yakni Arya Abdi Effendi, Juard Effendi, Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah dan Maria Elizabeth Liman. Juard Effendi, Maria Elizabeth Liman, dan Arya Abdi Effendi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b Pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tin dak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu tersangka Ahmad Fathanah juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang.

Sumber :
http://www.solopos.com/2013/11/04/kasus-suap-impor-daging-ahmad-fathanah-divonis-14-tahun-penjara-462548


ANALISIS :
Masih teringat segar dalam ingatan kita beberapa waktu lalu harga daging sapi melonjak naik. Ternyata berselang kemudian, terbukti ada penyimpangan dalam impor sapi. Yang lebih menghebohkan lagi, tersangka di balik penyimpangan ini adalah salah seorang pimpinan parpol yang berasaskan Islam dan selalu menyuarakan untuk formalisasi Syari’ah sebagai undang-undang negara. Sontak ini menjadi pukulan telak bagi partai yang digembar-gemborkan sebagai partai bersih, sebersih baju kebesaran mereka yang berwarna putih. Namanya AF, seseorang yang terlibat dalam kasus ini yang menyeret ketua DPP PKS ke penjara. AF atau dikenal juga sebagai OAFL, lahir di Makasar, Sulawesi Selatan, Indonesia,15 Januari 1966; umur 48 tahun, adalah seorang pengusaha yang menjadi tersangka dalam kasus suap kuota impor daging sapi tahun 2013 yang juga menyeret LHI sebagai tersangka. AF telah melanggar etika dalam berbisnis. Kebohongan dan manipulasi yang dilakukan AF bersama-sama dengan LHI selaku anggota DPR yang menjabat jabatan publik selaku presiden partai  untuk memenuhi permintaan pelaku impor daging tertentu dan pengusaha-pengusaha lainnya agar mendapat keuntungan, kebijakan izin dan proyek lainnya di lingkungan Kementerian Pertanian adalah perbuatan korupsi yang dilarang Undang-undang karena dapat memberikan kerugian terhadap hak-hak ekonomi masyarakat. Selain itu, AF juga tidak memiliki etika dalam berbisnis antara lain :
1.                     Pengendalian Diri
AF tidak dapat mengendalikan dirinya untuk tidak menerima uang dari hasil kuota impor daging sapi tersebut. Perilaku AF bersama-sama dengan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) LHI tersebut telah memberikan keuntungan kepada pengusaha tertentu dan merugikan hak-hak ekonomi masyarakat. Dalam perbuatan tindak pidana korupsi, jaksa melihat bahwa AF telah terbukti menerima uang Rp1,3 miliar dari ABE dan JE dari PT Serbaguna Utama untuk diberikan kepada LHI terkait jabatan LHI sebagai anggota Komisi I DPR dan Presiden PKS untuk mengatur kuota impor daging sapi bagi PT Serbaguna Utama sebanyak 8.000 ton dengan commitment fee senilai Rp5.000/kg sehingga total komisi adalah Rp40 miliar. Meski AF berkilah bahwa dana tersebut diminta untuk kegiatan seminar dan kegiatan tambah-tambah kemanusiaan di Papua tetapi dalam perkara tindak pidana pencucian uang dalam dakwaan kedua, jaksa menilai bahwa AF terbukti telah menempatkan sejumlah uang dan membelanjakan uang tersebut sebagai upaya untuk menutupi tindak pidana korupsi.

2.                     Pengembangan tanggung jawab sosial
AF yang berperan sebagai pengurus permohonan kuota impor daging sapi tidak memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya. AF menjual daging sapi dari PT. Serbaguna Utama dengan harga yang tinggi kepada negara tanpa memikirkan hak- hak masyarakat. AF memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Selama periode Januari 2011-Januari 2013, AF melakukan transaksi senilai Rp 38,709 miliar. Ia melakukan transaksi, antara lain mengirim uang ke sejumlah orang, membeli aset, seperti rumah dan mobil, kemudian membeli perhiasan. AF bekerja sama dengan anggota DPR RI dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yaitu LHI dengan memberikan dana untuk memengaruhi pejabat di Kementerian Pertanian agar permohonan kuota impor daging sapi sebesar 8000 ribu ton bisa terealisasi. Jaksa menilai AF menerima uang sebesar Rp. 1,3 milyar dari Direktur Utama PT. Serbaguna yaitu MEL. Dana itu disebut merupakan bagian dari total komisi senilai Rp 40 miliar.

3.    Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
AF tidak dapat mempertahankan jati dirinya sebagai seorang bisnis man yang jujur. Semakin pesatnya kemajuan teknologi dan informasi dimanfaatkan AF untuk melakukan tindak korupsi dengan meraup keuntungan yang tinggi dari hasil kuota impor daging sapi. AF memanipulasi harga impor daging sapi kepada negara demi meraih keuntungan yang berlipat ganda. AF menerima uang Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Serbaguna MEL. Dana itu disebut merupakan bagian dari total komisi senilai Rp 40 miliar. AF tidak menyadari bahwa perlakuan yang dilakukanya itu dapat memberikan keuntungan kepada pengusaha tertentu dan merugikan hak-hak ekonomi masyarakat.
4.                Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah. Tetapi AF tidak dapat melakukan hal tersebut, AF tidak dapat menciptakan persaingan yang sehat. Bisnis yang dijalankan AF tidak hanya kasus kuota impor daging saja, tetapi AF pernah melakukan bisnis pada tahun 2005 dengan LHI dan tergabung dalam PT. Atlas Jaringan Satu. LHI sebagai komisaris dan OAFL atau AF sebagai Direktur Utama. Perusahaan ini digugat dalam kasus penipuan oleh PT. Osama Multimedia, karena gagal menyelesaikan kerjasama pembelian voucher senilai Rp. 5,4 Milyar dari total penjualan Rp. 7,1 Milyar. Hal itu terlihat bahwa AF telah banyak melakukan pelanggaran etika bisnis untuk setiap bisnis yang dijalaninya dan perilakunya dapat mematikan usaha PT. Atlas Jaringan Satu dengan melakukan penipuan tersebut sehingga pandangan masyarakat terhadap PT. Atlas Jaringan Satu menjadi jelek.

5.    Menerapkan konsep ”Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Tetapi yang dilakukan AF tidak sejalan, AF tidak mempertimbangkan keadaan dimasa yang akan datang. AF hanya memikirkan keadaan sekarang untuk memperoleh keuntungan yang besar. Uang telah membuat AF melupakan segalanya tanpa memikirkan kepentingan banyak pihak.

6.                Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
AF terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. AF juga telah bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang. AF melakukan kongkalingkong bersama LHI dengan memberikan dana untuk memengaruhi pejabat di Kementerian Pertanian agar permohonan kuota impor daging sapi sebesar 8000 ribu ton bisa terealisasi. AF menggunakan pengaruh LHI untuk mendapatkan komisi dalam proyek maupun dalam pencalonan pejabat publik. AF menerima transfer merupakan transaksi keuangan tidak wajar dan tidak sesuai dengan profil keuangan dan tidak bisa dibuktikan sehingga patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi yaitu menerima uang terkait dengan ‘fee’ proyek atau pencalonan orang sebagai pejabat dengan menggunakan pengaruh saksi LHI sebagai ketua partai, sehingga perbuatan AF menerima transfer sudah memenuhi tindak pidana. Adapun tuntutan jaksa yang diberikan kepada AF antara lain :
·      Tuntutan Jaksa tersebut diajukan berdasarkan dakwaan kesatu perdana, yaitu sesuai Pasal 12 huruf a UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun dan 6 bulan kurungan,” kata Rini, salah satu anggota jaksa penuntut umum.
·      Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan kedua, yaitu Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan dakwaan ketiga dari Pasal 5 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
7.    Mampu menyatakan yang benar itu benar
AF telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang atas kuota impor daging sapi tetapi AF berkilah  dan tidak mampu menyatakan yang benar bahwa dana tersebut diminta untuk kegiatan seminar dan kegiatan tambah-tambah kemanusiaan di Papua. Dalam perbuatan tindak pidana korupsi, jaksa melihat bahwa AF telah terbukti menerima uang Rp1,3 miliar dari AAE dan JE dari PT Serbaguna Utama untuk diberikan kepada LHI terkait jabatan LHI sebagai anggota Komisi I DPR dan Presiden PKS untuk mengatur kuota impor daging sapi bagi PT Indoguna Utama sebanyak 8.000 ton dengan commitment fee senilai Rp5.000/kg sehingga total komisi adalah Rp40 miliar. Dalam perkara tindak pidana pencucian uang dalam dakwaan kedua, jaksa menilai bahwa AF terbukti telah menempatkan sejumlah uang dan membelanjakan uang tersebut sebagai upaya untuk menutupi tindak pidana korupsi. Perbuatan AF telah memenuhi rumusan unsur yang patut diduga tindak pidana korupsi yaitu pada Januari 2011-2013 terbukti melakukan tindak pidana menempatkan, mentransfer, menukarkan sejumlah uang hingga mencapai Rp38,7 miliar yang patut diduga sebagai tindak pidana korupsi.
                       
Seringkali agama yang biasa dijadikan sebagai pedoman hidup pun tidak ditanamkan di dalam diri AF dan tidak di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Kurangnya rasa bersyukur,  tidak kuat iman yang dimiliki dan kurang mendekatkan diri kepada Allah SWT yang membuat AF melakukan dosa besar tersebut. Jika AF memiliki prinsip dan memiliki iman yang kuat tidak akan mungkin dia mudah tergoda oleh rayuan setan. AF tidak memiliki pedoman yang dijadikan pegangan hidup yang membuat AF tidak takut akan dosa yang dilakukanya. Tidak sejalan dengan perilakunya, AF adalah salah seorang pimpinan parpol yang berasaskan Islam dan selalu menyuarakan untuk formalisasi Syari’ah sebagai undang-undang negara. Sontak ini menjadi pukulan telak bagi partai yang digembar-gemborkan sebagai partai bersih, sebersih baju kebesaran mereka yang berwarna putih. Seharusnya AF bisa menjadi contoh yang baik untuk seluruh masyarakat islam di Indonesia. Kehebohan ini tidak selesai sampai disitu, masih ada lagi yang membuat orang lain tercengang ketika mengetahuinya. AF dipergoki oleh KPK di sebuah kamar hotel saat sedang bersama Mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, namanya MH. Keterlibatan AF dalam kasus korupsi terdapat perempuan-perempuan cantik dibalik semua ini. Ada beberapa artis yang juga masih punya keterkaitan dengan AF yaitu Ayu Azhari dan Vitalia Sezha, ayu sudah diberi uang oleh Fathanah yang katanya sebagai uang kontrak nyanyi dan uang ini sudah dikembalikan. Dan masih banyak lagi perempuan-perempuan yang ada di balik kehidupan AF ini. Melihat hal ini, perempuan memang sangat memukau bagi AF. ‘Bertumpuk-tumpuk’ yang dimiliki seakan-akan tak berarti ketika tidak ada perempuan. Maka lalu tak heran ketika dia sangat memanjakan perempuan yang menarik baginya walaupun uang yang dimiliki ada kemungkinan bagian dari uang haram. Seharusnya AF bisa menahan diri dari godaan yang mengitarinya, sebab kalau dibiarkan bukan kebahagian yang akan didapat melainkan kesengsaraan
Ketertarikan seorang laki-laki pada perempuan memang merupakan kodrati, begitu juga sebaliknya. Bahkan tentang ketertarikan pada perempuan ini Allah sudah menegaskan melalui firman-Nya,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Ali Imron: 14)

Beberapa Sistem Filsafat Moral
1.      Hedonisme
Keuntungan yang didapat AF dari hasil kuota impor daging sapi semata-mata untuk kesenangan AF.  Dengan hasil uang haram itu AF bisa mendapatkan kesenangan lahir dan batin sesuai dengan keinginanya. Kesenangan lahir yang dia dapatkan yaitu dia dapat membeli barang-barang mewah yang dia ingini seperti mobil mewah, rumah mewah, dan perhiasan. Tetapi kesenangan batin yang dia dapat yaitu dia dengan bebas mendekati banyak wanita-wanita cantik  dengan memberikan hadiah berupa uang atau mobil untuk melampiaskan nafsunya. Salah satu wanita itu adalah MH, MH adalah mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta yang di pergoki KPK di sebuah kamar hotel bersama AF. kebiasaan AF yang tidak pernah lepas dari kaum hawa membuat AF akhirnya berujung dengan kesengsaraan dan harus mendekam di penjara.
2.      Eudemonisme
AF mendapatkan kebahagiaan dari hasil yang tidak wajar. AF merasa bahagia apabila dia dapat memanjakan perempuan yang menarik baginya walaupun uang yang dimiliki ada kemungkinan bagian dari uang haram. Tetapi kebahagiaan yang di dapat AF dicapai dengan cara yang salah. AF tidak dapat  menjalankan tugasnya secara baik sebagai pengurus kuota impor daging sapi. AF terbukti melakukan penyimpangan dalam kasus impor sapi. Sehingga beberapa waktu lalu harga daging sapi melonjak naik. Kecurangan yang dilakukan AF ini memberikan keuntungan kepada pengusaha tertentu dan merugikan hak-hak ekonomi masyarakat. seharusnya dia bisa menahan diri dari godaan yang mengitarinya, sebab kalau dibiarkan bukan kebahagian yang akan didapat melainkan kesengsaraan.